Senin, 16 November 2015

Mengajarkan Anak Mendongeng

Ayah-Bunda, saat ini banyak ya, lomba-lomba yang berkaitan dengan bercerita, baik dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris. Kedua puteri saya pun ikut. Menurut saya, lomba bercerita atau mendongeng dapat mengasah kemampuan public speaking mereka, lho. Nah, untuk Ayah-Bunda mau mengajarkan putera/i-nya ikut lomba ini, izinkan saya berbagi apa yang biasa saya lakukan kepada mereka. Tentu, saya bukanlah pendongeng profesional, jadi cara-cara ini masih harus banyak dikembangkan lagi.

Melatih artikulasi

Salah satu aspek penting dalam bercerita/mendongeng adalah artikulasi. Untuk mengasahnya, kita dapat membiasakan membacakan cerita untuk anak dengan pengucapan yang benar. Dengan mendengarkan pengucapan yang benar, diharapkan anak juga termotivasi untuk membacanya dengan benar.

Cara berikutnya, berlatih membaca keras. Ketika dulu saya menjadi penyiar radio, kami dibiasakan untuk membaca keras. Berbicara dengan lepas dan mengucapkan huruf-huruf vocal (a,I,u,e,o) dengan mulut terbuka  sehingga huruf-huruf tersebut dapat terdengar dengan sangat jelas.

Dulu, puteri saya cenderung cadel “s”. Ketika ada kata dengan huruf “s”, ia akan mengucapkannya seperti huruf “tsa”. Untuk menguranginya, saya sering memintanya untuk mengucapkan kata-kata yang memiliki banyak huruf “s”, seperti, susu Sasa . Jika ia mengucapkannya masih belum jelas (masih terdengar seperti mengucap “tsa), saya akan memintanya mengulang kata-kata tersebut dengan huruf yang jelas.

Intonasi

Ketika membaca keras, ajarkan anak untuk membaca tanda baca dan menyesuaikan dengan nadanya.

Membedakan Suara

Ketika menceritakan sebuah cerita, akan ada beberapa suara yang perlu dibedakan; narrator dan beberapa tokoh. Nah, untuk suara tokoh, biasakan untuk membedakannya. Kalau tokohnya adalah nenek belajarlah untuk menjadi seorang nenek. Tidak hanya suaranya tapi juga gayanya. Atau, jika tokohnya adalah binatang, coba amati seperti apa sih binatang yang sedang kita perankan. Misal, monyet yang jahil. Selain menyisipkan suara ‘uu .. aa.. uu.. aa’, tingkah laku monyet yang senang garuk-garuk kepala dan ketiak, perhatikan juga mimik wajah. Coba deh lihat di cermin, apakah wajah kita sudah terlihat jahil?   

Alat Peraga

Kak Heru, seorang pendongeng nasional, kasih tips bagaimana memaksimalkan alat peraga untuk bercerita/mendongeng.
“Kalau mau pakai alat peraga, jangan tanggung-tanggung. Buat yang besar dan gunakan secara maksimal. Alat peraga juga jangan sampai merepotkan ketika mendongeng,” katanya ketika menjadi juri lomba mendongeng di Grand Indonesia, Oktober 2015 lalu.
Yang perlu diperhatikan jika kita membuat cerita sendiri, kata Kak Heru, tokoh tidak perlu banyak. Cukup 2-3 tokoh, yang penting dapat dibawakan dengan berbeda dan maksimal.

Dan yang pasti, harus sering-sering berlatih, ya. (apr)

  

Sabtu, 14 November 2015

Dampak Kecanduan Pornografi Pada Anak dan Cara Mencegahnya

(Disarikan dari materi diskusi parenting “Cegah Pornografi, Selamatkan Generasi Emas Indonesia” oleh Yayasan Kita dan Buah Hati, di Rumah Parenting YKBH, 5 November 2015)

Generasi BLAST (Bored, Lonely, Angry, Stress, Tired) merupakan sasaran bagi kaum perusak. Mereka sangat mudah bersentuhan dengan pornografi, pacaran, narkoba, miras, merokok, masturbasi, LGBT dan seks bebas.

Menurut data dari berita online yang dihimpun oleh Yayasan Kita dan Buah Hati, selama 2014, setidaknya ada 909 kasus yang berkaitan dengan pornografi, 340 kasus diantaranya adalah kasus perkosaan. Ironisnya, gambaran usia pelaku berada di usia produktif; 11-20 tahun!

Untuk menguatkan data tersebut, pada 2014, YKBH pernah melakukan penelitian dengan responden siswa SD kelas 4-6 sebanyak 2.227 anak. Hasilnya, 92% anak pernah mengakses pornografi baik lewat internet maupun tayangan TV dan games. Mereka melihatnya di rumah sebanyak 52%, sisanya di warnet dan rumah teman.

Apa yang Terjadi Jika Anak Kecanduan Pornografi?

Salah satu bagian dari otak kita bernama Prefrontal Cortex (PFC). Bagian ini berfungsi untuk berkonsentrasi, mengendalikan diri, merencanakan sebagai pusat masa depan. Begitu pentingnya PFC namun ia mudah mengalami kerusakan, salah satunya karena NAPZA dan Narkolema (Narkotika lewat mata).

Memang, pada awal anak mengakses pornografi, timbul perasaan jijik, namun sesudahnya, khususnya bagi anak-anak BLAST, mereka akan tertarik dan timbul perasaan senang. Otak lalu akan menyimpan bahawa kegiatan ini membuat senang dan ketika kita membutuhkan rasa senang, otak akan menyuruh untuk mengonsumsinya lagi.

Bagi anak yang kecanduan pornografi, mudah melakukan kegiatan perilaku seks tidak sehat, seperti masturbasi, oral seks, hubungan sejenis, gonta-ganti pasangan dan memperkosa.

Ketika PFC rusak karena anak kecanduan pornografi, inilah yang terjadi:
  • Menurunnya fungsi otak karena terjadi penyempitan korteks
  • Sulit untuk berkonstrasi, memahami benar dan salah, membuat keputusan, mengendalikan diri untuk menunda kepuasan.   

Apa yang dapat kita lakukan sebagai orangtua?
  1. Perkuat iman kepada Allah Swt.
  2. Tingkatkan komunikasi antara orangtua dan anak. Biarkan anak untuk berpikir, memilih dan beri ruang bagi anak untuk membuat keputusan.
  3. Hidup sehat dengan olahrafa
  4. Gunakan gadget/internet dengan bijak.
Terkait dengan games, orangtua perlu mengenal games yang sering dimainkan anak dan lihatlah keamannya. Di media sosial, ajarkan anak untuk tidak memasang foto pribadi, mencantumkan alamat dan no telpon, menulis status tentang suasana hati yang negatif.




Minggu, 14 Juni 2015

Menerapkan Aturan untuk Anak

Minggu, 7 Juni 2015 lalu, saya diundang menjadi pembicara di acara “Smart Parents, Smart Kids”. Acara yang  digagas oleh Duta Indonesia Pintar--yang merupakan mahasiswa-mahasiswi Universitas Mercu Buana-- ini berlangsung di Mal Cipinang Indah, Jakarta Timur. Pada kesempatan tersebut, saya berbagai tentang prinsip menerapkan aturan untuk anak.

Seiring dengan bertambahnya usia anak, mereka perlu diajarkan mengenai aturan. Hal ini penting sehingga anak memahami bahwa ada kewajiban yang perlu ia lakukan dan tidak semaunya sendiri. Aturan yang diajarkan tentu perlu disesuaikan dengan kemampuan anak; dari hal-hal sepele seperti menjemur handur setiap kali habis mandi, meletakkan kembali barang-barang yang sudah dipakai ke tempat semula, dan sebagainya.

Namun tak jarang, banyak orangtua yang mengeluh karena anak tidak mau menuruti aturan yang sudah diberikan. Nah, bagaimana ya agar anak mau diajak bekerjasama?

Pertama, aturan akan lebih mudah dipatuhi jika antara orangtua dan anak sama-sama menyepakatinya. Agar anak mau menyepakatinya, sebagai orangtua kita perlu menyampaikan apa yang kita inginkan atau harapkan dari anak. Seringkali, aturan sulit dilakukan karena masing-masing memiliki pemikirannya sendiri-sendiri dan tidak diungkapkan. Misal, soal waktu main. Ada orangtua yang membuat jadwal bermain anak karena khawatir anaknya terlalu kelelahan dan jika sudah begitu akan memengaruhi kesehatannya. Sedangkan, bagi anak, bermain sangat menyenangkan. Ia tidak mengetahui kekhawatiran orangtua. Bisa jadi yang ada di pikirannya, kenapa sih Mama punya banyak aturan? Kenapa aku nggak boleh bermain? Sehingga, supaya anak memahami, orangtua perlu menyampaikan.

“Kak, Bunda seneng kalo Kakak main bola sama temen-temen. Kakak boleh main bola. Tapi dokter bilang kan Kakak nggak boleh terlalu capek dulu. Gimana kalau kita sepakatin waktu mainnya?”

Kedua, konsisten dengan aturan yang sudah kita buat. Misal, waktu menonton TV.  Kalau kita sudah menyepakati menonton TV hanya satu jam per hari, jalani. Seringkali kita mudah tergoda dengan rengekan atau tatapan sedih anak. Saat awal aturan dibuat, sangat mungkin terjadi, anak masih belum terbiasa sehingga lupa melakukannya. Itu hal yang wajar. Tugas kita adalah terus menyemangati dan mengingatkan dengan berbagai cara.  

Ketiga, beri solusi. Banyak orangtua menahan agar anaknya tidak jajan, tidak menonton TV namun tidak memberikan solusi. Anak jajan bisa jadi karena ia mudah lapar, sehingga solusinya, siapkan camilan yang cukup di rumah. Anak menonton karena dia merasa tidak ada yang dikerjakannya, solusinya, berikan buku, peralatan yang menunjang hobinya, atau kegiatan lain.  

Keempat, jadi contoh. Mengharapkan anak tidak menonton sinetron tapi kita pun menontonnya saat anak ada di rumah? Saya yakin anak akan mudah menjawab, “Mama sendiri nonton sinetron,” :D

Kelima, satu suara antara Ayah dan Bunda. Jangan sampai, ibu tidak membolehkan, tapi ayah membolehkan. Kata bunda, pokoknya nggak boleh naik motor sampai kamu punya SIM.” Kata ayah, “Boleh naik motor, tapi jangan jauh-jauh, ya.” Anak jadi bingung, boleh apa nggak sih sebetulnya?
Satu suara juga perlu dilakukan oleh pengasuh dan keluarga yang ada di dalam rumah.


Mau tahu lebih banyak tentang komunikasi dalam pengasuhan anak? Tunggu buku solo saya ya :D

Salam hangat, 
Aprilina Prastari

Rabu, 22 April 2015

Mengajak Anak Senang Membaca

Agar Buku Nggak Kalah dengan TV dan HP

Munculnya gadget, maraknya media sosial, banyak berpengaruh pada kebiasaan anak untuk membaca. Seringkali mereka lebih asyik bermain games atau sibuk menjawab komen-komen di Facebook.

Padahal membaca sangat penting untuk menambah pengetahuan, membantu memperbanyak kosa kata, memudahkan mereka berkomunikasi.

Mendidik memang bukan pekerjaan yang instan. Sejak mereka bayi sebaiknya sudah ditanamkan hal-hal baik sehingga ketika besar, mereka terbiasa melakukannya.

Untuk membiasakan anak membaca, bisa dimulai sejak mereka berusia satu tahun. Awali dengan membacakannya buku cerita. Sesuaikan jenis buku dengan usianya. Tentu anak seusia itu lebih senang dengan buku yang bergambar (dan berwarna) banyak.

Agar lebih menarik, ceritakan seperti seorang pendongeng bercerita dengan membedakan suara tiap tokoh dan nada bicaranya.

Jadikan membeli buku sebagai salah satu kegiatan jalan-jalan. Tidak harus membeli buku baru, hunting buku-buku cerita bekas yang masih bagus juga menyenangkan, lho.

Jika masih membolehkan anak untuk menonton TV/DVD, batasi waktunya. Berlaku juga untuk bermain games/berkegiatan dengan alat-alat elektronik. Misalkan, menonton dan bermain games hanya boleh selama satu jam (sesuaikan dengan usianya). Di luar waktu itu, anak harus melakukan kegiatan lain, salah satunya membaca.  

Buat kegiatan seru lain yang berkaitan dengan buku. Bisa dilakukan ketika anak sudah masuk usia sekolah. Misal, tebak isi buku berhadiah.


In syaa Allah kalau dari kecil dibiasakan senang buku, akan mudah mengajaknya senang membaca.   

Kamis, 02 April 2015

Copywriting Online Course


Siapa yang perlu ikut:
  • Blogger yang mau belajar menulis product review
  • Humas di Kementerian atau perusahaan swasta
  • Staf promosi
  • Pemilik usaha 


Pendaftaran (termasuk pembayaran) ditutup hingga 9 April 2015. Peserta terbatas. Daftar sekarang, ya.  






Selasa, 31 Maret 2015

Menu untuk Anak Susah Makan


Masa-masa peralihan dari nasi tim ke menu keluarga pada usia anak satu tahun memang seringkali membuat orangtua stres. Masalahnya, akibat peralihan ini, ada anak yang susah makan. Meskipun, periode susah makan memang tidak hanya dialami anak usia setahun. Tapi dari pengalaman saya dan teman-teman para ibu, usia 10- 20 bulan memang masa-masa anak susah makan. Bisa jadi karena peralihan dari makanan yang lembut ke makanan yang lebih padat atau faktor lain, seperti:
·         Ada sariawan di mulutnya sehingga ia kesulitan memasukkan dan mengunyah makanan.
·         Tumbuh gigi sehingga mungkin mulutnya tidak nyaman
·         Bosan dengan suasana makan
·         Bosan dengan menunya

Nah, untuk yang terakhir, memang kreativitas ibu sangat diperlukan dalam mengolah makanan. Apa saja menu yang bisa dibuat ibu sehingga anak lebih semangat makan:
1.     Kalau nasi, coba deh nasi yang sangat lembut dengan kuah. Kalau pengalaman saya dulu, anak-anak suka makan dengan kuah soto. Untuk masak nasinya, saya pakai rice cooker kecil yang khusus untuk mereka. Masak dengan daun pandan dan lebih lembek dari ukuran untuk makanan dewasa. Untuk lauknya, bisa tuna atau chicken katsu (buat sendiri ya, Bunda. Jangan yang instan), bola-bola daging (pakai daging giling, kuahnya bisa pakai kuah semur atau sup).  
2.      Havermut. Bisa dikreasikan dengan menggunakan telur atau kalau yang rasanya manis bisa dicampur susu dan keju.
3.      Olahan kentang, misalnya: bitterballen, cake kentang keju, donat.
4.    Olahan pasta, misalnya: makaroni panggang, spageti krim, makaroni goreng. Semua menu tersebut menggunakan susu (UHT putih) dan daging giling. Sesuaikan dengan usia anak. Anak usia di atas satu tahun sudah boleh mengonsumsi UHT namun tentu perlu dicek kesiapan anak.  
5.      Olahan ubi dan singkong, misalnya: puding ubi ungu, getuk, cake berbahan dasar ubi.
6.      Olahan tepung beras: bubur sumsum
7.      Bubur kacang hijau
8.      Nasi kuning dengan bentuk-bentuk yang lucu (Bunda dapat belajar menghias bento)
9.      Olahan roti (tapi hati-hati memilih roti. Jangan membeli roti yang memakai pengawet); puding roti, dimakan langsung dengan melibatkan anak saat membuatnya.

Selamat mencoba. Jangan lupa untuk mengecek alergi anak terhadap bahan pangan tertentu. Yang penting, hadapi dengan senang. Saya paham betapa sedihnya seorang ibu melihat anaknya susah makan tapi in syaa Allah itu adalah proses yang perlu dilalui.

Ciptakan suasana makan yang menyenangkan agar anak tidak trauma. Menghindari makanan tidak habis dan terbuang, ambillah makanan sedikit dulu. Kalau ambil banyak dan anak tidak menghabiskannya, bukan hanya mubadzir, tapi akan membuat ibu bertambah stres karena makanan tidak habis-habis. 

Rabu, 25 Maret 2015

Berhentilah Menambah Stres Ibu Muda

"Ya ampuuun .. ASI kamu belum keluar. Kasian banget anaknya. Nanti kekurangan nutrisi lho. Biasanya nih kalo anak nggak dikasih ASI, anaknya nggak pinter. Kamu gimana sih. Emang waktu hamil nggak perawatan ... "
Atau ...
"Hah? Kamu cesar? Kalo cesar anaknya gampang sakit lho. Kamu juga nggak bisa ngapa2in. Bisanya cuma tiduraaan ajah. Seharusnya kamu normal. Paksa dokternya minta normal"
Sementara ibu muda yang mengalami kesulitan memberi ASI pun sebetulnya ingin sekali memberi anaknya  ASI. Ia pun sadar betul ASI baik bagi bayinya tapi kenyataannya ia masih kesulitan memberi ASI dengan benar sehingga mungkin ASI belum keluar lancar. 
Dan ibu yang terpaksa melahirkan melalui operasi cesar, sebetulnya juga ingiiin sekali melahirkan normal. Tapi ada kondisi2 tertentu yang akhirnya membuatnya terpaksa harus cesar.

Memang boleh jadi, ibu yang belum mampu memberikan ASI tersebut kurang maksimal melakukan perawatan selama kehamilan. Tapi apakah dengan berkata seperti itu akan membantu memperbanyak ASI-nya? Jangan-jangan malah membuatnya bertambah stres dan ASI makin sulit keluar. 

Alangkah baik jika memotivasi dengan kata-kata yang menenangkan.

"Ooh, kalau ASI belum keluar coba deh kompres pakai air hangat, diurut, dan harus tetap diminumin ke bayinya. Karena semakin banyak diminum, produksinya juga semakin banyak. Coba deh makan ini... In syaa Allah bisa keluar"
Atau
"Memang sih, kalau melahirkan normal, pulihnya lebih cepet. Tapi nggak apa2. Yang penting anaknya sehat. Melahirkan cesar juga bisa ngurus anak kok. Asal jangan angkat yang berat2, ya."

Komunikasi itu penting.

Jangan sampai kata-kata kita melemahkan semangat ibu yang baru memiliki anak dan merasa dirinya lemah sebagai ibu.

Kamis, 08 Januari 2015

Etika dan Kreativitas dalam Iklan

Minggu lalu, di media sosial, banyak postingan yang mengecam iklan di billboard sebuah brand rokok. Di dalam iklan tersebut, terlihat dua orang remaja, laki-laki dan perempuan, saling berangkulan, dengan posisi wajah laki-laki yang mendekati wajah perempuan, seperti hendak mencium. Ditunjang dengan copy-nya “Mula-mula Mau, Lama-lama Mau”.

Kira-kira, melihat perpaduan visual dan copy seperti itu, apa pesan yang ditangkap masyarakat?
Sepasang kekasih yang sedang pacaran. Perempuannya mula-mula nggak mau dicium lalu mau?
Atau yang lain?

Namun saya dapat memastikan, sebagian besar masyarakat akan menilainya, negatif.

Mereka yang pernah bekerja di ad agency pasti mengerti betapa kuat visual dan copy saling mendukung dan tentu, memiliki pesan yang ingin disampaikan.

Mungkin ada yang mengatakan, “Ya iklan seperti itu, sesuai lah sama TA-nya. Perokok, muda, senang hura-hura.”
Mereka yang punya kepedulian pada generasi muda kemudian menjawab,  ”Oo jadi iklannya memang sengaja dibuat untuk mengajak anak muda melakukan hal yang nggak baik? Jahat banget, dong”
Sebagian pendukung iklan ini mungkin menjawab, ”Sejak kapan iklan harus mendidik? Itu kan kreativitas. Harus peduli?”

Jujur saja. Sempat saya berpikir, apakah mungkin sengaja dibuat agar menimbulkan kontroversi dan ramai diperbincangkan di media sosial?
Namun saya ingat, brand ini bukan brand baru yang tidak memikirkan strategi. Produsennya, juga bukan perusahaan kecil yang tidak mengerti strategi branding. Mereka tentu memahami menjadi brand dibicarakan dalam konteks negatif tentu tidak baik bagi brand itu sendiri.

Moriarty, Mitchell dan Wells di buku “Advertising-Principles and Practice” menjelaskan bahwa pengiklan perlu memiliki self-regulation, terlebih jika itu berkaitan dengan norma-norma yang ada di dalam suatu masyarakat-- kita perlu melihat apa dampak yang akan timbul jika iklan tersebut dipublikasikan.

Masyarakat Indonesia, bagaimanapun, masih peduli dengan kesopanan, kepatuhan terhadap yang boleh dan tidak boleh, khususnya dalam agama. 

Konsep "Go Ahead" yang biasa diusung brand rokok ini tentu dapat diterjemahkan dalam kreativitas yang lain. Jika ingin disukai, mengapa tidak menggali ide dari apa yang dicintai masyarakatnya? Terlebih, ini menyangkut brand, termasuk corporate image produsennya.

Iklan adalah karya. Dan bagi saya, karya yang baik adalah yang bermanfaat, setidaknya tidak meresahkan.



Senin, 05 Januari 2015

Mencetak Generasi Rabbani

Seminar Parenting Nabawiyah

“Mencetak Generasi Rabbani”

(Disarikan dari ceramah Ust. Arifin Nugroho)

Bismillahirrohmaniirrohiim.

Ahad kemarin, 4 Agustus 2014, saya mengikuti seminar parenting nabawiyah di SMPIT As Syifa Boarding School, dengan pembicara, Ust. Arifin Nugroho. Temanya tentang mencetak generasi rabbani.

Sebagai orangtua, siapa yang tak mau memiliki anak-anak yang berakhlak baik, mencintai Allah Swt, dan melaksanakan perintah-Nya? Apalagi, anak merupakan investasi akhirat. Anak bisa membuat orangtua masuk syurga atau neraka. Kita tentu pernah mendengar nasihat bahwa orangtua (meski di dunia rajin sholat dan beramal baik) bisa tertahan masuk syurga karena anak-anaknya tidak ridho. Sebaliknya, orangtua yang amalan baik selama di dunia kurang, dapat sedikit demi sedikit naik derajatnya dan dikurangi siksa kuburnya karena doa dari anak.

Bagaimana doa seorang anak dapat menyelamatkan orangtua di akhirat?
Ust. Arifin bercerita. Suatu hari beliau membaca sebuah buku. Di dalam buku tersebut disebutkan, seorang anak yang mendoakan orangtuanya lima kali dalam sehari termasuk anak “durhaka”.
Wah, kok bisa ya?
Beliau lalu menanyakan maksud dari kalimat tersebut kepada seorang syekh.
Syekh: “Silakan Anda ucapkan doa untuk orangtua”
Ust. Arifin membaca doa pendek tersebut. Syekh memintanya mengulang hingga lima kali.
Syekh: “Apakah Anda lelah mengucapkannya?”
Ust. Arifin: “Tidak”
Syekh: “Apakah perlu usaha keras untuk mengucapkannya?”
UA : “Tidak”
Syekh: “Apakah perlu membayar mahal?”
UA: “Tidak”

Artinya, mendoakan orangtua lima kali sehari tidak cukup untuk membalas apa yang sudah diberikan dan dilakukan oleh orangtua kita. Pengorbanan, kasih sayang yang mereka curahkan tidak cukup dengan mendoakannya lima kali dalam sehari.

Namun, bagaimana jika ada anak yang tidak terbiasa mendoakan orangtuanya? Bagaimana jika mereka tak paham membimbing orangtuanya yang sedang menghadapi sakaratul maut? Bagaimana jika anak-anak lebih dekat dengan dunia dan melalaikan tugasnya sebagai hamba Allah?

Inilah pentingnya orangtua menanamkan kecintaan anak pada Allah Swt. Porsi terbesar membangun karakter dan pondasi keimanan ada pada orangtua. Sekalipun sudah menyekolahkan anak di sekolah Islam bahkan pesantren sekalipun, orangtua tetap yang memiliki andil paling besar.

Lalu, bagaimana menjadikan anak-anak kita sebagai generasi rabbani?

Pertama, niat. Orangtua perlu meniatkan dalam hati, mau seperti apa anak kita nanti. Kalau tujuannya hanya bagus di dunia, itulah yang akan didapat.
Ust. Arifin menggambarkan, ada orangtua yang mengikutkan anaknya dengan berbagai les; piano, bahasa asing, balet, tapi lupa mengajarkan anaknya untuk membaca Al Qur’an dengan baik. Tentu tidak salah untuk mengajarkan anak bahasa atau seni, namun jangan lupa memberikan bekal akhirat untuk mereka.
Kalau orangtua meniatkan anak-anaknya menjadi pejuang Islam, pengusaha muslim yang sukses dan bermanfaat, atau dokter yang peduli pada masyarakat miskin, in syaa Allah bisa menjadi kenyataan.

Kedua, memberi contoh.
Ust. Arifin memberi gambaran bagaimana Rasululloh Saw secara nyata memberi contoh dalam beribadah kepada Allah, begitu juga ketika beliau mencontohkan menjadi pempimpin yang sederhana.
“Jangan sampai kita meminta anak sholat subuh tepat waktu, tapi orangtuanya sholat selalu kesiangan.” :D

Ketiga, kawal dengan doa.
Ada sebuah kisah yang diceritakan kembali oleh Ust. Arifin yang membuat saya makin percaya dan yakin bahwa rizqi dari Allah seringkali tidak bisa dipikir dengan logika.
Beliau bercerita tentang seorang ibu penjual jamu yang memiliki 7 anak dan semuanya menjadi doktor. Empat diantaranya lulusan luar negeri. Masya Allah. Dan, lucunya, ibu ini tidak tahu kalau anaknya menjadi doktor. Yang ia tahu, anak-anaknya tidak selesai-selesai sekolah :D
Ibu penjual jamu ini sempat ditanya, apakah beliau kehabisan harta sepeninggal suaminya (suaminya meninggal ketika ia mengandung anak terakhir), sehingga harus berjualan jamu.
Ibu itu menjawab, “suami saya hanya meninggalkan bakul jamu dan botol-botolnya.”
Kalau dihitung dengan matematika manusia, bagaimana mungkin seorang penjual jamu gendong di pasar bisa memiliki 7 anak dan semuanya doktor. Tapi itulah kuasa Allah.

Doa dan ikhtiar orangtua. Doa yang ikhlas dari orangtua yang tidak habis untuk anak-anaknya ...


(Catatan: berhubung saya tidak mencatat dan merekam perkataan Ust. Arifin, maka sebagian tulisan di atas, ada yang menggunakan kata-kata saya sendiri. Masih banyak cerita dari Ust. Arifin tapi karena keterbatasan daya ingat saya, hanya catatan ini yang dapat saya tulis. Semoga bermanfaat).