Senin, 21 Januari 2013

Dapat Air Bersih, Sudah Cukup untuk Buat Kita Bersyukur :)


Matahari masih menunjukkan sinar gagahnya ketika saya, teman-teman dari Forum Lingkar Pena Bekasi (Sudi, Vira, Haden, Pendi, Adi, Ilham, Ina), Sanggar Anak Matahari (Andi, Nadiah, dan beberapa teman sanggar yang lain), Mas Eko dan Mas Sahid, bersiap menuju Babelan, Bekasi. Siang itu, Minggu, 20 Januari 2013, kami akan menengok korban banjir untuk membagikan 200 paket nasi bungkus, makananan kering, susu, dan pakaian layak pakai (terima kasih untuk para donatur yang sudah menitipkan sebagian rejekinya kepada kami).  Tak hanya makanan dan pakaian, RS Zainuttaqwa juga membantu menyediakan ambulance beserta seorang dokter, dua perawat, dan obat-obatan. Alhamdulillah. Terima kasih banyak untuk RS Zainuttaqwa. Semoga semakin berkah.

Saya tidak hapal jalan apa saja yang kami lewati. Maklum, gagap Bekasi hehe. Yang jelas, kami melewati sawah, sungai, dan ah iya, ada satu tempat yang saya ingat: Pasar Babelan! Dari situ, kami masih harus terus berkendara menuju sumur minyak Pertamina. Desa Hurip Jaya, Babelan—tempat kami akan mengadakan bakti sosial ini- terletak tak jauh dari sana.

Tapi, biarpun letaknya dekat dengan sumur minyak , saya masih melihat rumah-rumah tak layak huni karena masih beralas tanah! Iya, tanah! Jadi bisa dibayangkan kalau banjir dan airnya masuk ke dalam rumah!

Menurut warga, saat hujan lebat beberapa hari lalu, daerah ini terendam banjir setinggi kurang lebih satu meter. Meskipun pada saat kami datang, banjir sudah mulai surut tapi masih menggenangi rumah warga setinggi kurang lebih 20 Cm. Makanya, penyakit yang hampir diderita warga di sana adalah kutu air dari yang tingkatnya sedang sampai parah! Ya iyalah, gimana kakinya mau kering, lah wong airnya masuk ke dalam rumah dan mereka harus tinggal di sana! Bahkan ada seorang ibu yang badannya dipenuhi bintil-bintil seperti cacar.

“Ya mau gimana lagi! Nggak ada air bersih ya saya mandinya pake air banjir,” katanya.  

Mandi dengan air banjir ini juga bukan dialami ibu itu saja, lho. Warga di desa ini terpaksa mandi dengan air banjir karena kesulitan air bersih. Sementara untuk makan dan minum, mereka harus membeli air bersih di tempat lain yang tidak terkena banjir. Selain penyakit kulit, warga di desa ini juga mengeluhkan penyakit lain, seperti mata gatal, demam, flu, pusing, diare dan ulu hati sakit.   

Kami pun segera membuka posko pelayanan kesehatan selama kurang lebih satu setengah sejam. Ada sekitar tujuh puluh warga  (terdiri dari bapak-bapak, ibu-ibu, anak-anak) yang kami layani. Ada juga beberapa ibu yang belum sempat ditangani karena kami kehabisan salep kulit. Maaf ya, Bu L

Memang, agak sulit penyakit sulit ini bisa sembuh kalau air bersih belum bisa mereka peroleh dan air masih menggenangi rumah mereka.






Selain Desa Hurip Jaya, daerah-daerah lain yang terkena banjir juga banyak yang belum memperoleh air bersih, lho. Setidaknya, itu yang saya lihat sendiri, ketika sehari sebelumnya, Sabtu, 19 Januari 2013, saya dan suami melihat kondisi di Perumahan Pondok Gede Permai. Jumat lalu, sungai yang terletak di belakang perumahan ini meluap dan tanggulnya jebol. Alhasil, perumahan ini terendam banjir hingga kurang lebih 3 meter!

Saat kami ke sana, Alhamdulillah banjir sudah surut tapi meyisakan lumpur setinggi 10-20 Cm. Di sini pun, tidak ada air bersih dan listrik mati. Saya sempat ngobrol dengan salah satu warga yang sedang membersihkan tokonya.

"Udah kayak tsunami pokoknya. Nggak ada yang sempet nyelamatin barang. Barang-barang di toko saya aja rusak semua," katanya sambil senyum. Masih sempat senyum, lho. Hebat, ya. Dan ada satu lagi kata-kata Bapak ini yang bikin saya salut.

"Yah, kita nggak bisa melawan kehendak Allah. Dijalani aja. InsyaAllah nanti diganti lagi sama yang lebih bagus sama Allah."

Subhanallah. Padahal, kalau saya lihat tokonya yang rusak dan barang dagangan yang sudah tidak bisa dijual lagi (Bapak ini berjualan baju-baju muslim), mungkin kerugiannya mencapai puluhan juta! Semoga Allah mengganti dengan yang lebih baik ya, Pak.




 Pulang dari Pondok Gede Permai, kami sengaja tidak membersihkan kaki yang penuh lumpur. Buat oleh-oleh untuk diceritakan ke anak-anak kami, Wafa dan Taman Hati, bahwa tak jauh dari tempat tinggal mereka, ada orang-orang yang kesulitan air bersih.

Bersyukurlah, kita masih bisa menikmati air bersih :)

Selasa, 15 Januari 2013

"Jalan-Jalan ke Prancis" by Wafa Auliya

Alhamdulillah, buku pertama yang Wafa tulis sendiri sudah terbit, November lalu. Diterbitkan oleh Tiga Ananda. Doakan Wafa tetap semangat menulis yaaa :)

Princess Aliya dan Gua Misterius



Hasil pelatihan di Kelas Ajaib!
Terima kasih Kang Benny yang sudah berbagi ilmu. Juga untuk Mbak Ichen, Mbak Iffa dan Dika. What a great team!

Sinopsis

Princess Aliya terjebak ke dalam Gua Jebakan Gua! Untuk keluar dari gua itu, Princess Aliya harus menemukan 20 kunci yang ada pada 20 princess dari 20 negeri. Untunglah, dalam gua itu, Princess Aliya menemukan buku Kumpulan 20 Kisah Princess dan membacanya. Semua kisah itu harus dia ceritakan kembali setiap kali menemui princess pemegang kunci. 
Berhasilkah Princess Aliya keluar dari gua? Yuk, ikuti perjalanan Princess Aliya dan simak cerita kedua puluh princess yang menarik dan bermanfaat :)

Senin, 14 Januari 2013

"Ketika Adik Cemburu" di Rubrik Buah Hati, Republika


Alhamdulillah, tulisan saya "Ketika Adik Cemburu" dimuat di Rubrik Buah Hati, Republika hari ini.
Cerita ini tentang puteri kedua saya, Taman Hati, yang cemburu pada kakaknya, Wafa. Ia merasa, kakaknya lebih hebat karena sering menang lomba. Dari kecemburuannya, kami belajar untuk berhati-hati dalam meluapkan perasaan ketika Wafa meraih prestasi tertentu. Kami juga menjelaskan pada Taman bahwa anak yang hebat bukan dari banyaknya piala yang ia peroleh. Taman Hati sudah menjadi anak yang hebat karena sudah menyenangkan hati Ayah dan Bunda :)

Senin, 07 Januari 2013

Ketika nilai puteriku jelek ....

Saya percaya, tiap anak memiliki kelebihannya masing-masing. Begitu juga untuk pelajaran di sekolah. Sebagai orang tua, kita tidak bisa menuntut anak menguasai semua bidang pelajaran. Biasanya ada satu-dua pelajaran yang kurang diminati anak.

Ini juga dialami puteri saya, Wafa. Sejak masuk SD, Wafa sangat bagus di pelajaran Bahasa tapi harus "kerja keras" untuk memahami Matematika. Terlebih ketika sudah Kelas IV dan materi yang diajarkan semakin meningkat, saya harus memberikan waktu dan perhatian ekstra saat ulangan matematika.

Pernah, untuk pertama kalinya, Wafa mendapat nilai matematika jelek. Jauh di bawah nilai rata-rata. Alhamdulillah, Wafa jujur dan tetap memberikan nilai ulangan itu ke saya. Saya hanya bilang ke Wafa, "Yang penting Kakak berusaha. Belajar maksimal dan sungguh-sungguh. Kalau sudah belajar sungguh dan hasilnya nggak bagus, ya sudah. Belajar lagi. Sebaliknya, kalau Kakak belum berusaha tapi udah nyerah, merasa nggak bisa, itu yang nggak bagus."

Syukurlah, Wafa tidak menyerah. Dia berusaha mengikuti arahan guru matematikanya dan mencoba belajar lagi. Saya akui juga, peran guru sangat besar dalam memotivasi anak. Saya lihat di hasil ulangan Wafa ada kalimat: "Semangat Wafa!" dan saya sampaikan apresiasi tersebut langsung ke gurunya.

Alhamdulillah, setelah mengikuti remedial, nilainya meningkat jauh. Begitu juga saat pengambilan rapor semester 1 lalu, nilai matematikanya bagus.


My dear Wafa,

Percayalah, kita boleh saja kurang pintar di suatu bidang. Tapi dengan sungguh-sungguh dan ketekunan, kita pasti bisa berhasil.







Jumat, 04 Januari 2013

Gado-gado Femina - Kualat


Hai, 

April 2012, saya pernah mengikuti lomba menulis untuk rubrik "Gado-Gado" di Majalah Femina. Alhamdulillah, tulisan saya tersebut masuk tiga besar. Tadinya saya pikir akan dimuat tapi ternyata nggak hihihi. Tapi hadiah kerennya sudah bikin saya seneng banget, kok. Nah, buat temen2 yang namanya ada di cerita ini, makasih banyak yaaa. 

Tulisan ini saya dedikasikan untuk sahabat kami, Almh. Mira. We miss you but know you're happy with the baby ... :) 



Lomba Menulis “Gado-Gado” Majalah Femina

“Kualat”
Aprilina Prastari


Jangan sampai, gara-gara SMS, suasana yang seharusnya mengharukan berubah jadi menggelikan.
           
            Sekadar saran saja. Kalau Anda memiliki beberapa teman dengan nama depan atau panggilan yang sama, jangan lupa untuk mencatat di phonebook handphone: nama lengkap, tempat kerja atau apapun yang bisa mengingatkan Anda pada dia. Jangan sampai, gara-gara SMS, suasana yang seharusnya mengharukan berubah jadi menggelikan.
Malam itu, saya dikejutkan berita, salah seorang mantan rekan kerja yang meninggal dunia karena kanker. Padahal setahun lalu, kami bertemu dan dia terlihat sehat. Bahkan beberapa bulan lalu, kami masih sempat telpon-telponan untuk sebuah pekerjaan. Yang lebih memilukan, dia masih muda, usianya lima tahun di bawah saya dan ia tengah mengandung anak pertamanya. Duh, sedih sekali mendengarnya.
            Dalam keadaan masih syok, saya lalu mengabarkan teman-teman yang pernah sekantor dengan almarhumah. Sebagian lewat bbm, sebagian lagi SMS. Segera saya ketik SMS duka dan mulai mencari nama teman-teman di phonebook.
            Tak berapa lama kemudian, sebuah SMS masuk. Dari Dedi. Hanya nama “Dedi” tanpa penjelasan lain. Entah kenapa, saat membaca nama Dedi di layar telepon, pikiran saya langsung teringat pada Dedi, account executive (AE) paling muda di kantor tempat kami bekerja dulu. Kami pun berbalas SMS.  
            Pril, udah tau kalo Mira meninggal?
            Iya, udah, Ded. Gue sedih banget. Padahal beberapa bulan lalu masih telpon-telponan.
            Iya, sedih banget, ya. Kapan sih dimakaminnya? Lo mau ngelayat?
            InsyaAllah dimakamin besok siang. Gue mungkin ngelayat besok pagi sebelum ngantor. Btw, kok Lo kenal Mira. Kenal di mana?
            Untuk beberapa saat SMS saya tidak dibalas. Lima belas menit kemudian, barulah Dedi membalasnya.
            Laaah, gimana sih. Masa baru berapa tahun nggak ketemu, lo lupa.
            Saya diam. Dedi yang ada di pikiran saya saat itu masih sama. Saya justru malah sibuk menduga-duga, di mana kira-kira Dedi bertemu dengan almarhumah Mira. Mungkinkah mereka pernah sekantor atau … ah, iya, mereka kan sama-sama AE. Bisa saja mereka bertemu di sebuah seminar. Tapi … akhirnya saya menyerah dan menjawab SMS:  
            Ini Dedi mana ya?
            Apriiill .. Masa lupa siiih … Ini gue, Dedi Uban!
            MasyaAllah! Pak Dedi? Maaaf …

            Wah, malunya! Ternyata SMS itu bukan dari Dedi yang saya kira. Saya memang memiliki dua teman bernama Dedi. Dua-duanya sama-sama orang Sunda dan bekerja di advertising agency. Bedanya, Dedi yang satu masih muda, sedangkan yang satu lagi, yang sekantor dengan saya dan almarhumah adalah Dedi yang sudah tua. Berhubung Pak Dedi ini sudah beruban, makanya,kami sekantor sering memanggilnya dengan Pak Dedi Uban. Pak Dedi memang lebih senang memakai kata gue dan elo dengan teman-teman sekerjanya, meskipun kami berbeda usia sangat jauh.  
            Dulu, waktu masih sekantor, kami memang akrab karena saya copywriter dan Pak Dedi adalah art director, jadi sebelum membuat iklan, kami (saya, Pak Dedi dan almarhumah Mira) sering brainstorming. Makanya, saya enggak enak banget. Apalagi sesudah itu, Pak Dedi, SMS lagi:
            Kualat Lo, Pril. Lupa sama babeh sendiri …

            Saya cuma bisa nyengir. Semoga almarhumah Mira juga ikut tersenyum di alam sana.