Senin, 16 Desember 2013

Jadi Copywriter, Haruskah Selalu Lembur?

Saya tidak mengenal Mita Diran, copywriter yang meninggal dunia  setelah 30 jam bekerja tanpa henti. Namun, sebagai mantan fulltime copywriter, saya merasa ikut berduka dan mendoakan semoga ia mendapat tempat terbaik di sisi-Nya.

Meninggalnya Mita membuat beberapa kawan bertanya kepada saya. Apakah begitu melelahkannya bekerja di ad agency? Kenapa sampai tidak ada waktu untuk istirahat? Seperti apa kerja copywriter?

Selama kurang lebih delapan tahun, saya bekerja di ad agency. Tak selamanya ad agency tempat saya bekerja selalu menuntut lembur. Ada juga ad agency yang mengharuskan lembur  ketika ada pitching atau deadline yang mendesak. Selebihnya, kami bisa pulang selepas Maghrib.

Namun, di beberapa agency besar dan harus menangani klien yang aktif, lembur memang menjadi makanan sehari-hari. Terlebih ketika harus menangani klien telco. Hampir setiap malam saya pulang di atas pukul 22.00. Seminggu sekali,  pulang bareng maling alias pukul 02.00 dan esoknya eh paginya, harus sampai di kantor lagi pukul 08.30. Kalau telat, potong uang makan. Sedihnya!

Mungkin ada yang bertanya, apa saja yang kami lakukan sehingga harus sering lembur?
Bekerja di ad agency adalah pekerjaan tim. Meski seorang copywriter sudah menyelesaikan tugasnya untuk urusan copy (naskah iklan) tapi bukan berarti pekerjaannya selesai. Ia masih harus berdiskusi lagi dengan pasangannya—art director—presentasi ke creative director-nya. Jika masih ada yang kurang, ya harus direvisi lagi. Belum lagi kalau harus menghadapi deadline yang extra super cepat.

Oh ya, meskipun namanya copywriter, tapi dia juga bukan hanya mengurusi naskah iklan saja, ya. Jadi kalau bertemu dengan iklan yang hanya ada tagline, bukan berarti copywriternya nggak kerja, lho. Karena seorang copywriter juga harus mengonsep hingga akhirnya, iklan itu siap tayang. Artinya, sebelum jadi, ya harus didampingi terus. Kalau buat TVC (TV Commercials), misalnya, seorang copywriter harus ikut sampai editing selesai. Jadi, iklan TV yang 30 detik itu, prosesnya panjang, lho!

Apakah Harus Lembur?

Mungkin tidak, kalau manajemen di agency itu lebih rapi. Seringkali, kita sudah datang pagi, tapi rekan kerja kita datang siang. Mending kalau langsung kerja, karena biasanya ‘pemanasannya’ agak lama. Kadang, mulai benar-benar kerja sesudah makan siang.  Mau tak mau kita harus bisa menyesuaikan diri karena lagi-lagi kerja di ad agency adalah kerja tim.

Hal lain, jika agency melalui bagian traffic-nya bisa tegas mengatur deadline dan memberikan waktu untuk seluruh tim untuk tidak selalu lembur.  Tentu ini membutuhkan pengaturan SDM dan negosiasi ke klien dengan baik.

Asap Rokok yang Menggangggu

Ini agak OOT dari soal lembur, ya. Tapi saya perlu menyampaikan unek-unek saya soal rokok! Untuk saya yang bukan perokok, bekerja di ruangan penuh dengan asap rokok, sungguh menyiksa. Beberapa teman bilang, maaf ya, Pril, nggak enak kalau nggak ngerokok. Idenya nggak keluar! Untunglah saya tak perlu berlama-lama bekerja di agency yang sangat tidak ramah pada orang yang mau sehat itu.

***

Begitulah. Penuh perjuangan untuk bekerja di ad agency. Dan saya selalu bilang kepada mahasiswa-mahasiswa saya untuk siap menghadapi tantangan-tantangan tersebut.

Namun bagi saya, sekeras-kerasnya kita bekerja, selalu ada tujuan, untuk apa kita bekerja. Melihat anak-anak yang sudah semakin besar dan hal lain, awal 2009, saya memutusakan untuk tidak lagi bekerja di ad agency.

Saat ini saya memilih bekerja mandiri. And u know what, banyak hal yang bisa saya lakukan sesudah itu; saya bisa melanjutkan S2, bisa menulis buku, mengajar, menjadi konsultan, dan pastinya, bisa mengatur waktu kapan harus bekerja dan kapan untuk anak-anak.

Meski saya akui, begitu banyak pengalaman, pengetahun,  dan pelajaran yang saya dapatkan selama bekerja di ad agency.

Untuk sahabat-sahabat saya yang masih bekerja di ad agency, terutama ibu, semoga Allah menguatkan kalian J

Salam
Aprilina Prastari

Penulis buku “Seru (nggak)nya Jadi Copywriter”

20 komentar:

  1. makasih sharingnya mbak, inshaa Allah jadi lebih paham tentang pekerjaan sebagai Copywriter... cukup penasaran juga sih, apalagi setelah meninggalnya Mita Diran...

    benar... semua kembali kepada tujuan ya mbak, apa yang sebenarnya kita cari...

    ikut seneng bahwa dengan mandiri mbak bisa makin sukses untuk keluarga juga karirnya... semoga saya bisa banyak belajar dari mbak :)

    smangat pagi :)
    @zakianurhadi
    *menuju tahun ke 3 bekerja mandiri

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama2, Zakia. Semoga sukses juga yaa. Kudoakan, semoga 3 tahun lagi bisa bekerja mandiri :)

      Hapus
  2. krn aku tinggalnya jauuuhh dr hiruk pikuk kota besar,,aku bnr2 baru tau ini ada profesi copywritter,,abs bca ini paling nggak aku ngerti lah kerjanya kyk gmna,,coz dr kmrn bingung jg ttg brita mita diran,,bingung lg ma krjaan jd copywritternya,,tengkyu mba :) salam kenal yaa,,

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salam kenal, juga, Mbak. Iya, itu hanya sebagian kecil dari profesi copywriter. Makasih udah mampir yaa :)

      Hapus
  3. ngak untuk coywriter aja mba banyak profesi lainnya kadang perusahaan ngak mau tau lembur ngak lembur tugas mesti kelar...gitu deh ngak enaknya kerja di org, mendingan juga punya usaha sendiri..heeh heee.. btw salam kenal :-)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, ya. Salam kenal juga. Makasih sudah mampir :)

      Hapus
  4. hmm memang lumayan hectic jg ya mak kerjanya. Hampir mirip dgn jurnalis, dunia yang selama lebih dr 7 thn sy geluti. Hehe sekarang dah kembali ke kandang nih saya, jd writerpreneur, dan social media specialist saja sambil jaga anak. Baru setahun sy jalani nih mak. Salam silaturahmi :)

    BalasHapus
  5. sambil membayangkan dunia copywriter,,,,, makasi informasi yang bermanaat ini ya bunda... :)

    BalasHapus
  6. Dulu sedikit banyak aku mendapat gambaran dari tulisan Mbak April di Emak-Emak Fesbuker dulu. Setelah baca ini, jadi lebih jelas lagi. Insya Allah yang sekarang adalah pilihan terbaik. ^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin.... Btw, itu buku pertama kita sebuku ya, Mak hehehe. Makasih udah mampir :)

      Hapus
  7. Sebenarnya bukan kerjaannya yg bikin Mita seperti itu ya mba, suka mengonsumsi obat sakit kepala dosis tinggi dan mencandu kopi yg udah gak kira2. Ada itu di beritanya. Lagian namanya ngelembur gak cuma dialami copywriter, semua pekerja bisa mengalaminya. Asalkan bisa balancing antara ke'aus'an metabolisme tubuh dengan pola makan yg baik, saya rasa nggak seekstrim itu lah kejadiannya.
    Sampai saat ini saya masih kerja 'mburuh' alias ikut orang dan pernah merasakan kerja lembur hingga larut malam dan ninggalin anak2 di rumah. Plus minus pasti ada lah, namanya juga pilihan hidup. Yang jelas harus pegang prinsip 'bekerja itu untuk hidup, bukan hidup untuk bekerja'. Thks utk share-nya mba April, sukses selalu sebagai penulis yaaa... *mau juga donk jadi penulis ;)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai, Mbak Uniek, makasih udah mampir ya. Terlepas dari kasus Mita, memang di beberapa agency, lemburnya memang seringkali kelewatan. Dan karena sering lembur itulah, pekerja iklan jadi ketergantungan dengan kopi dan minuman berenergi.
      Saat saya pegang klien telco, sepertinya hampir setiap minggu pulang jam 2 pagi. Dan, besoknya, tetap harus masuk jam 8.30. Walaupun ada juga agency yang kasih toleransi.
      Semoga sukses untuk kariernya yaa :)

      Hapus
  8. Hi mba aku suka sama artikelnya. Mba kebetulan aku sekarang lagi ambil komunikasi advertising. Belum ada kepikiran bakal full karir ke copywriter sih. Masih mau coba liat ke marketing atau PR. Kalau untuk karir sebagai copywriter apa itu merupakan karir yang menjanjikan? Baik dalam segi gaji dan peluang untuk naik jabatan? Mohon saran nya mba. Terima kasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai Jessica.
      Terima kasih sudah mampir.
      Kalau saya, sebelum melihat gaji, yang saya lihat adalah apakah saya suka melakukannya atau nggak.
      Pasti selama kuliah, kamu sering dapat tugas dari dosen, kan? Nah, itu sebetulnya bisa jadi catatan dari dirimu, apa kamu suka atau nggak.
      Selengkapnya tentang profesi copywriter, bisa kamu baca di buku saya "Seru (nggaknya) jadi Copywriter". Kalau udah baca, nanti kita ngobrol lagi deh hehehe

      Hapus
  9. Salam kenal mbak, saya juga udah 6 tahun jadi copywriter. 5 tahun bekerja untuk ad agency, dan belum genap setahun bekerja mandiri. Thanks for sharing, I do really know and agree of anything you wrote above. Saya mengalami masa-masa pulang subuh, bahkan gak pulang dan harus menginap kantor saking mepetnya deadline, sampai sampai klien nungguin kita kerja sampai pagi. Okay, I have arranged my time, smart working, setting the priority scale. But the deadline, the circle between copywriter-art director-and creative director messed up anything. Kudu lembur, pulang malem atau nginep lah solusinya. Ada kali seminggu 2 atau 3 kali lembur kaya gitu. Tapi cukup sampai disitu deh. Walaupun passion saya disini, tapi saya sadar kalo tetep kudu balance antara kerja dan istirahat. Gak bisa lah kerja overtime terus terusan seperti itu.

    Setelah menikah, hamil dan punya anak akhirnya saya putuskan resign, dan bekerja mandiri. Semoga istiqomah ya kita, para emak emak copywriter. Keep updating your blog yah mbak. It's a nice one, luv it :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai Tayinx (what should I call you? :D) Makasih banyak udah mampir, ya. Salam kenal juga.
      Bener banget, sebagai ibu, kita harus memilih. Semoga istiqomah ya. Keluarga tetap utama.
      Salam hangat

      Hapus
  10. Wah, jujur saya baru tahu bahwa "iklan yang cuma 30 detik" itu perlu proses panjang dan kerja keras tim sebelum naik tayang. Amat menarik mbak, walau copywriting bukan bidang pekerjaan saya. makasih utk sharing-nya, salam kenal :)
    http://ruri-online.blogspot.com

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai Mbak Ruri. Iya, prosesnya panjang. Apalagi untuk pembuatan TVC (TV commercial). Bisa 1-2 bulan karena harus ada approval klien, casting, cari lokasi, dll.
      Nanti saya mampir ke blognya ya :)

      Hapus