Hai,
April 2012, saya pernah mengikuti lomba menulis untuk rubrik "Gado-Gado" di Majalah Femina. Alhamdulillah, tulisan saya tersebut masuk tiga besar. Tadinya saya pikir akan dimuat tapi ternyata nggak hihihi. Tapi hadiah kerennya sudah bikin saya seneng banget, kok. Nah, buat temen2 yang namanya ada di cerita ini, makasih banyak yaaa.
Tulisan ini saya dedikasikan untuk sahabat kami, Almh. Mira. We miss you but know you're happy with the baby ... :)
Lomba Menulis “Gado-Gado”
Majalah Femina
“Kualat”
Aprilina
Prastari
Jangan sampai,
gara-gara SMS, suasana yang seharusnya mengharukan berubah jadi menggelikan.
Sekadar saran saja. Kalau Anda
memiliki beberapa teman dengan nama depan atau panggilan yang sama, jangan lupa
untuk mencatat di phonebook handphone:
nama lengkap, tempat kerja atau apapun yang bisa mengingatkan Anda pada dia. Jangan
sampai, gara-gara SMS, suasana yang seharusnya mengharukan berubah jadi
menggelikan.
Malam itu, saya dikejutkan berita, salah seorang mantan
rekan kerja yang meninggal dunia karena kanker. Padahal setahun lalu, kami bertemu
dan dia terlihat sehat. Bahkan beberapa bulan lalu, kami masih sempat
telpon-telponan untuk sebuah pekerjaan. Yang lebih memilukan, dia masih muda,
usianya lima tahun di bawah saya dan ia tengah mengandung anak pertamanya. Duh,
sedih sekali mendengarnya.
Dalam keadaan masih syok, saya lalu
mengabarkan teman-teman yang pernah sekantor dengan almarhumah. Sebagian lewat
bbm, sebagian lagi SMS. Segera saya ketik SMS duka dan mulai mencari nama
teman-teman di phonebook.
Tak berapa lama kemudian, sebuah SMS
masuk. Dari Dedi. Hanya nama “Dedi” tanpa penjelasan lain. Entah kenapa, saat
membaca nama Dedi di layar telepon, pikiran saya langsung teringat pada Dedi, account executive (AE) paling muda di kantor tempat kami bekerja dulu. Kami
pun berbalas SMS.
Pril,
udah tau kalo Mira meninggal?
Iya, udah, Ded. Gue sedih banget.
Padahal beberapa bulan lalu masih telpon-telponan.
Iya, sedih banget, ya. Kapan sih
dimakaminnya? Lo mau ngelayat?
InsyaAllah dimakamin besok siang.
Gue mungkin ngelayat besok pagi sebelum ngantor. Btw, kok Lo kenal Mira. Kenal
di mana?
Untuk beberapa saat
SMS saya tidak dibalas. Lima belas menit kemudian, barulah Dedi membalasnya.
Laaah, gimana sih. Masa baru berapa
tahun nggak ketemu, lo lupa.
Saya diam. Dedi yang
ada di pikiran saya saat itu masih sama. Saya justru malah sibuk menduga-duga,
di mana kira-kira Dedi bertemu dengan almarhumah Mira. Mungkinkah mereka pernah
sekantor atau … ah, iya, mereka kan sama-sama AE. Bisa saja mereka bertemu di
sebuah seminar. Tapi … akhirnya saya menyerah dan menjawab SMS:
Ini Dedi mana ya?
Apriiill .. Masa lupa siiih … Ini
gue, Dedi Uban!
MasyaAllah! Pak Dedi? Maaaf …
Wah, malunya!
Ternyata SMS itu bukan dari Dedi yang saya kira. Saya memang memiliki dua teman
bernama Dedi. Dua-duanya sama-sama orang Sunda dan bekerja di advertising agency. Bedanya, Dedi yang
satu masih muda, sedangkan yang satu lagi, yang sekantor dengan saya dan
almarhumah adalah Dedi yang sudah tua. Berhubung Pak Dedi ini sudah beruban,
makanya,kami sekantor sering memanggilnya dengan Pak Dedi Uban. Pak Dedi memang
lebih senang memakai kata gue dan elo dengan teman-teman sekerjanya, meskipun
kami berbeda usia sangat jauh.
Dulu, waktu masih sekantor, kami
memang akrab karena saya copywriter
dan Pak Dedi adalah art director,
jadi sebelum membuat iklan, kami (saya, Pak Dedi dan almarhumah Mira) sering brainstorming. Makanya, saya enggak enak
banget. Apalagi sesudah itu, Pak Dedi, SMS lagi:
Kualat
Lo, Pril. Lupa sama babeh sendiri …
Saya cuma bisa nyengir. Semoga almarhumah Mira juga ikut tersenyum di alam sana.