Kisah berikut adalah
kisah nyata. Nama anak, orangtua dan sekolah dirahasiakan.
X adalah anak yang ceria. Dia senang belajar dan
selalu mengerjakan tugas. Suatu hari, dia mendapat PR matematika, soal cerita.
Dengan bimbingan ibunya, X menyelesaikan PR tersebut.
Esok harinya, X pulang sekolah dengan wajah sedih.
Padahal biasanya ia selalu pulang dengan gembira.
"PR matematikanya salah semua...” kata X.
“Lho, kok salah?” Ibu X mengamati PR-nya.
“Aku nggak pinter matematika ya, Bun,” X menangis.
“Siapa yang bilang?”
“Tu, PR matematikanya jelek”
Ibu X mencoba menenangkan anaknya dan menjelaskan
bahwa jawabannya seharusnya benar.
Esok harinya Ibu X lalu ke sekolah menemui guru
yang mengajar pelajaran tersebut. Ibu X lalu berdiskusi dengan guru tersebut.
Sebelumnya, Ibu X, memang sudah mencari tahu dari orangtua lain. PR yang sama
memang diberikan ke kelas 2 lain, dengan guru yang berbeda. Di kelas lain
tersebut, jawaban guru sama dengan jawaban PR yang dibuat X.
Setelah diskusi, akhirnya diputuskan jawaban PR X, benar semua. Ibu guru memang meminta
maaf tetapi itu tak dapat menghilangkan perasaan sedih X. Angka “0” telanjur
sudah dibubuhkan di lembar jawaban.
Perlu waktu cukup lama Ibu X membangkitkan
semangat anaknya dan menanamkan kembali bahwa ia bisa matematika.
Para guru yang baik,
Dari kasus di atas,
berhati-hatilah dalam memberi soal. Jika harus memberi soal cerita, buatlah
kata-kata yang mudah dipahami anak. Dan paling penting, berhati-hatilah dalam
memberi nilai jelek. Jika memang salah, sebaiknya sampaikan, “X sholihah, besok
kita belajar lagi tentang perkalian ya.”
Bukankah tujuan mengerjakan PR agar anak belajar, mau mengulang pelajaran dan melihat sejauh mana materi yang diajarkan guru sudah diterima dengan baik oleh murid?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar