(Tulisan ini, meski tidak seutuhnya sama, pernah saya tulis untuk salah
satu buku antologi “Mengejar Mimpi)
Sejak kecil sampai SMA, cita-cita saya sama. Nggak pernah berubah. Pengin
jadi dokter. Waktu SD, ada seorang teman yang jatuh dari sepeda mini dan luka
di dengkulnya. Dengan sok tahunya, saya mengambil mangkuk berisi air, lalu saya
masukkan beberapa helai daun dan saya oleskan ke lukanya. Esok harinya, teman
saya bilang, “Pril, lukanya cepet kering, lho.” Waduh, kalau teman saya
sekarang tahu kalau itu asal-asalan pasti saya udah dicubitin.
Ok, kembali ke cita-cita saya jadi dokter. Kelas 3 SMA. Saya mendapat
kesempatan untuk masuk universitas negeri lewat jalur PMDK. Beberapa guru
(khususnya guru BP) menawarkan saya untuk memilih jurusan lain.
“Kedokteran saingannya berat. Apalagi nilai matematikamu yang biasa saja,
meski kimia dan biologi bagus,” begitu nasihatnya.
Cuma karena saya kekeuuh pengin jadi dokter saya tetap memilih jurusan itu.
Saya memilih Kedokteran Undip saat itu. Beberapa waktu kemudian, saya mendapat
surat dari Undip yang menyatakan bahwa saya tidak lolos. Sediiiiiih banget!
Tapi saya nggak putus asa. Saya coba lagi lewat UMPTN. Jurusan yang saya ambil
sama: Kedokteran. Lagi-lagi, saya gagal masuk kedokteran.
Akhirnya kakak saya menawarkan untuk masuk D3 Komunikasi (Broadcasting) UGM.
Waktu itu jurusan komunikasi masih belum menjamur seperti sekarang. Cuma karena
waktu itu saya suka mendengarkan radio, jadi saya pikir, sepertinya jurusan Broadcasting
itu seru.
Setelah lulus, saya melamar sebagai wartawan. Lalu sebagai penyiar di Radio
Ramako (sekarang namanya Lite FM). Kemudian merambah ke dunia komunikasi lain:
advertising dan terakhir public relations. Dan, saya merasakan betapa serunya bekerja di
dunia komunikasi. Meski kadang kalau berkunjung ke dokter, saya masih suka
mengingat cita-cita saya itu. Saya pun terus melanjutkan kuliah S1 hingga S2. Semuanya linear, di jurusan
komunikasi. (Doakan semoga bisa meraih beasiswa S3 Komunikasi ya).
Dari pengalaman saya itu, saya cuma mau bilang, nggak semua hal yang kita
mau di dunia ini bisa terwujud. Kalau melenceng, ya dinikmati, dijalani dan
mencoba mencari tahu, mengapa Allah menempatkan saya di sini. Terus perkaya
diri dengan ilmu. Jalani sungguh-sungguh dan percayalah kita masih bisa terus
berkarya meski jurusan yang kita ambil nggak sesuai dengan cita-cita awal.
Namanya juga cita-cita, masih bisa belok, kok. Siapa tahu, jurusan yang kamu
ambil sekarang lebih asyik dan tepat buat kamu.
O iya, biarpun saya nggak jadi dokter, tapi saya sering lho dimintai
pendapat soal bagaimana berkomunikasi yang baik dengan pasangan, anak, atau
rekan kerja. Jadi, anggap saja, jadi dokter komunikasi hehehe ...
Tetap semangat dan optimis ya!
Yup, meski keinginan tak selalu terwujud, jika mampu melihat nikmat lainnya, itu sudah jawaban dari keinginan kita ya, mak. Anyway, sampai sekarang aku masih pengin sekali menjadi penyiar radio. Sayangnya, belum ketemu jodoh yang tepat :)
BalasHapusMaaak, duh, seneng banget deh udah dikunjungin. Iyaa ... yang penting menjalani yang sudah ditakdirkan Allah Swt dengan sebaik2nya.
HapusAih aih, semoga segera ketemu radio yang pas ya, Mak. *panggil para Chief Announcer ... * :)