Matahari masih menunjukkan sinar gagahnya ketika saya, teman-teman dari
Forum Lingkar Pena Bekasi (Sudi, Vira, Haden, Pendi, Adi, Ilham, Ina), Sanggar Anak
Matahari (Andi, Nadiah, dan beberapa teman sanggar yang lain), Mas Eko dan Mas
Sahid, bersiap menuju Babelan, Bekasi. Siang itu, Minggu, 20 Januari 2013, kami
akan menengok korban banjir untuk membagikan 200 paket nasi bungkus, makananan
kering, susu, dan pakaian layak pakai (terima kasih untuk para donatur yang
sudah menitipkan sebagian rejekinya kepada kami). Tak hanya makanan dan pakaian, RS Zainuttaqwa
juga membantu menyediakan ambulance beserta seorang dokter, dua perawat, dan
obat-obatan. Alhamdulillah. Terima kasih banyak untuk RS Zainuttaqwa. Semoga
semakin berkah.
Saya tidak hapal jalan apa saja yang kami lewati. Maklum, gagap Bekasi
hehe. Yang jelas, kami melewati sawah, sungai, dan ah iya, ada satu tempat yang
saya ingat: Pasar Babelan! Dari situ, kami masih harus terus berkendara menuju
sumur minyak Pertamina. Desa Hurip Jaya, Babelan—tempat kami akan mengadakan
bakti sosial ini- terletak tak jauh dari sana.
Tapi, biarpun letaknya dekat dengan sumur minyak , saya masih melihat rumah-rumah
tak layak huni karena masih beralas tanah! Iya, tanah! Jadi bisa dibayangkan
kalau banjir dan airnya masuk ke dalam rumah!
Menurut warga, saat hujan lebat beberapa hari lalu, daerah ini terendam
banjir setinggi kurang lebih satu meter. Meskipun pada saat kami datang, banjir
sudah mulai surut tapi masih menggenangi rumah warga setinggi kurang lebih 20
Cm. Makanya, penyakit yang hampir diderita warga di sana adalah kutu air dari
yang tingkatnya sedang sampai parah! Ya iyalah, gimana kakinya mau kering, lah wong airnya masuk ke dalam rumah dan mereka harus tinggal di sana! Bahkan ada seorang ibu yang badannya
dipenuhi bintil-bintil seperti cacar.
“Ya mau gimana lagi! Nggak ada air bersih ya saya mandinya pake air banjir,”
katanya.
Mandi dengan air banjir ini juga bukan dialami ibu itu saja, lho. Warga di
desa ini terpaksa mandi dengan air banjir karena kesulitan air bersih.
Sementara untuk makan dan minum, mereka harus membeli air bersih di tempat lain
yang tidak terkena banjir. Selain penyakit kulit, warga di desa ini juga mengeluhkan
penyakit lain, seperti mata gatal, demam, flu, pusing, diare dan ulu hati
sakit.
Kami pun segera membuka posko pelayanan kesehatan selama kurang lebih satu
setengah sejam. Ada sekitar tujuh puluh warga (terdiri dari bapak-bapak, ibu-ibu, anak-anak)
yang kami layani. Ada juga beberapa ibu yang belum sempat ditangani karena kami kehabisan salep kulit. Maaf ya, Bu L
Memang, agak sulit penyakit sulit ini bisa sembuh kalau air bersih belum bisa mereka peroleh dan air masih menggenangi rumah mereka.
Selain Desa Hurip Jaya, daerah-daerah lain yang terkena banjir juga banyak yang belum memperoleh air bersih, lho. Setidaknya, itu yang saya lihat sendiri, ketika sehari sebelumnya, Sabtu, 19 Januari 2013, saya dan suami melihat kondisi di Perumahan Pondok Gede Permai. Jumat lalu, sungai yang terletak di belakang perumahan ini meluap dan tanggulnya jebol. Alhasil, perumahan ini terendam banjir hingga kurang lebih 3 meter!
Saat kami ke sana, Alhamdulillah banjir sudah surut tapi meyisakan lumpur setinggi 10-20 Cm. Di sini pun, tidak ada air bersih dan listrik mati. Saya sempat ngobrol dengan salah satu warga yang sedang membersihkan tokonya.
"Udah kayak tsunami pokoknya. Nggak ada yang sempet nyelamatin barang. Barang-barang di toko saya aja rusak semua," katanya sambil senyum. Masih sempat senyum, lho. Hebat, ya. Dan ada satu lagi kata-kata Bapak ini yang bikin saya salut.
"Yah, kita nggak bisa melawan kehendak Allah. Dijalani aja. InsyaAllah nanti diganti lagi sama yang lebih bagus sama Allah."
Subhanallah. Padahal, kalau saya lihat tokonya yang rusak dan barang dagangan yang sudah tidak bisa dijual lagi (Bapak ini berjualan baju-baju muslim), mungkin kerugiannya mencapai puluhan juta! Semoga Allah mengganti dengan yang lebih baik ya, Pak.
Pulang dari Pondok Gede Permai, kami sengaja tidak membersihkan kaki yang penuh lumpur. Buat oleh-oleh untuk diceritakan ke anak-anak kami, Wafa dan Taman Hati, bahwa tak jauh dari tempat tinggal mereka, ada orang-orang yang kesulitan air bersih.
Bersyukurlah, kita masih bisa menikmati air bersih :)