![]() |
Image: Unsplash.com |
Rabu (16/8) lalu saya menghadiri
Women’s Leadership & Empowerment Conference 2017. Salah satu topik yang
cukup banyak didiskusikan, soal kesuksesan dalam membagi peran antara karier
dan keluarga. President Director Avrist, Burton Lai bilang, key challenge nomor
2 dalam kesuksesan berkarier adalah berdamai dengan ego suami.
Tidak semua suami merasa nyaman
melihat karier isterinya lebih tinggi, penghasilannya lebih tinggi, sibuk di
luar, dan sebagainya. Makanya, ini jadi tantangan bagi isteri untuk
menyeimbangkan itu semua. Nggak mentang-mentang penghasilan atau jabatannyanya tinggi
lalu jadi jumawa dan mengabaikan hak-hak suami dan anak-anak.
Hal sepele deh. Membuatkan teh
buat suami di pagi hari. Bukan karena kita bekerja lalu cuek dengan hal-hal
semacam ini. Buat saya sendiri, ketika kita menikah, soal rezeki bisa datang
dari mana saja; bisa dari suami dan isteri. Kalau isteri memiliki penghasilan
lebih dari suaminya, saya percaya, ada doa dan keridhoan suami di dalamnya.
Saya mau cerita sedikit
pengalaman kami berdua sebagai pasangan yang keduanya bekerja. In syaa Allah
Oktober nanti usia pernikahan kami 16 tahun. Selama 16 tahun itu saya bekerja
(meskipun nggak semua sebagai karyawati tetap yang berangkat pagi-pulang malam,
tapi juga project-based freelancer).
Selama itu juga, nggak semua hal
berjalan mulus. Beberapa kali kami nggak punya ART/pengasuh. Apalagi waktu jadi
karyawati fulltime dan anak-anak masih kecil. Saya dan suami bergantian cuti
sambil cari pengasuh. Ketika sudah dapat, minta tolong ke Eyangnya anak-anak
untuk memantau selama seminggu.
Soal jarak rumah-kantor yang jauh
itu juga jadi tantangan sendiri. Saya pernah berkantor di Grogol sementara
rumah di Pondok Gede. Yang tinggal di Jakarta dan sering melewati jalur neraka
(MT Haryono-Slipi) pasti kebayang ya berapa lama saya harus menghabiskan waktu
di jalan. Dan menghabiskan waktu lama di jalan untuk seorang ibu memang luar
biasa melelahkan. Bagaimanapun, ketika ibu pulang kerja, ada anak-anak di rumah
yang menunggu minta dibacain cerita, tanya PR matematika, curhat soal temannya,
dan sebagainya. Stress di jalan bukan nggak mungkin berpengaruh pada kondisi
ibu.
Makanya, ketika dapat kantor yang
jauh, kami harus atur cara supaya nggak stress banget menghadapi kemacetan itu.
Tiga bulan pertama kerja di daerah Grogol, akhirnya saya punya tips supaya bisa
berdamai dengan kemacetan dan dalam satu hari masih punya waktu main sama anak.
Waktu itu kondisinya, saya nggak bisa minta suami jemput terus ke kantor. Jadi kami
menyiasatinya begini. Pulang kantor, saya naik bus dari pemberhentian terakhir
sehingga bus kosong dan saya bisa duduk di barisan depan pojok. Selama
perjalanan 1,5 jam itu saya tidur. Bangun di MT Haryono, janjian sama suami di
Cawang, baru pulang sama-sama. Sampai rumah saya masih cukup segar untuk bisa
bacain cerita sebelum mereka tidur. Atau kalau mereka sudah tidur, saya ganti
jadwal mainnya ke pagi hari.
Tantangan berikutnya kalau nggak
ada ART.
Berhubung dari anak-anak bayi
sampai sekarang hanya kami berdua yang mengurus mereka dan ketika kami kerja,
kami mengandalkan pengasuh (bukan titip ke orangtua) jadi kalau nggak ada ART
atau pengasuh, ini PR berat. Untungnya itu terjadi beberapa tahun terakhir
ketika anak-anak sudah mulai besar dan sekolah IT (full day). Untuk
menyiasatinya, masing-masing dari kami, termasuk anak-anak, punya tugas rumah
yang harus diselesaikan.
Alhamdulillah. Saya nggak mungkin
bisa menjalani peran ini semua tanpa bantuan, dukungan, ridho dan doa suami.
Yang pulang kantor masih mau nyuci baju, yang waktu anak-anak bayi nggak jijik
gantiin popok sehabis mereka pup, yang mau gantian bacain dongeng meski kalau
sudah ngantuk bisa ganti cerita ke Liverpool (hueheuhuhu).
Thank you so much, Yah.
Bismillah. Semoga kita bisa terus menjaganya.
Bersyukurlah para isteri yang
memiliki suami yang menjadi pendukung utama di rumah. Terima kasih untuk para
suami yang sudah mendukung isterinya.
Seperti yang saya tulis di buku “Nikah
Muda Nggak Bikin Mati Gaya”, pasanganmu bukan rivalmu. Pasanganmu, sahabatmu!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar